Lingkungan

Membaca Sampah

• Bookmarks: 763


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sampah didefinisikan sebagai:  sampah /sam·pah /n 1 barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi dan sebagainya; kotoran seperti daun, kertas: jangan membuang — sembarangan;

Sampah sebagai sebuah kata, sudah begitu jelas susunan enam hurufnya.  Tetapi kata ‘sampah’ inilah merupakan kata yang paling sulit dipahami oleh banyak orang di Indonesia.  Saya berkali-kali menjumpai sebuah tempat, baik di pinggir jalan, di tepi gang, di pinggir kali atau di sebuah tempat wisata, yang dengan jelas memberi peringatan pada orang yang melintasi tempat itu: Dilarang Membuang Sampah di Sini.  Apa yang terjadi?  Orang tetap saja berkali-kali membuang tempat di tempat yang sudah ada peringatan larangan itu.  Anda pasti juga pernah menjumpai itu dan punya pengalaman soal hal yang menjengkelkan itu.  Dimanapun ada tanah kosong seolah-olah hanya pantas untuk tempat sampah.

Bahkan pemilik lahan kosong harus berkali-kali memagari dengan harapan orang tidak lagi membuang sampah di situ.  Hinggal pagar bambunya roboh orang tetap saja menyampah di situ.  Apa yang terjadi?  Mengapa orang tidak peduli dengan sampah yang dihasilkannya sendiri.  Sampah dihasilkan sendiri tetapi dibuang di halaman orang lain.

Pengelolaan sampah menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan sebanyak 24% sampah di Indonesia masih tidak terkelola. Ini artinya, dari sekitar 65 juta ton sampah yang diproduksi di Indonesia tiap hari, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani. Sedangkan, 7% sampah didaur ulang dan 69% sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Laporan itu mengungkap jenis sampah yang paling banyak dihasilkan. Yakni sampah organik sebanyak 60 %, sampah plastik 14 persen, diikuti sampah kertas (9%), metal (4,3%), kaca, kayu dan bahan lainnya (12,7%). “Ada 1,3 juta sampah plastik per tahun yang tidak dikelola,” ungkap Direktur SWI, Dini Trisyanti ketika menyampaikan presentasi risetnya terkait Analisis Arus Limbah Indonesia pada 2017, di Workroom Coffee, Cikini, Jakarta pada Selasa (24/4).

Sampah plastik ini masih dinilai sangat banyak. Plastik tidak mudah terurai. Jika tidak dikelola di TPA atau didaur ulang, akan merusak ekosistem. Sampah plastik yang tidak dikelola ini biasanya tertimbun di tanah, atau ikut mengalir ke lautan. Tingginya angka sampah yang tidak terkelola dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, terkait sistem yang memadai untuk proses pengumpulan sampah. Proses ini biasanya dilakukan para pemulung di jalanan, atau petugas kebersihan yang mengangkat sampah-sampah dari tiap rumah tangga menggunakan truk. Pengumpulan sampah ini dinilai belum optimal, karena belum bisa menjangkau semua sampah. Data nenunjukkan bahwa dari 400 kota kabupaten di Indonesia, tidak semuanya seperti di Jakarta, ada truk sampah.

Kedua, yang patut jadi perhatian adalah perilaku dan kebiasaan masyarakat Indonesia itu sendiri, yang sering membuang sampah langsung ke sungai atau ke alam. Sampah-sampah ini tidak masuk ke dalam proses pengumpulan yang dilakukan pemulung dan petugas kebersihan, dan akhirnya mengotori ekosistem. Walau di satu sisi masyarakat tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena Indonesia masih punya banyak hambatan infrastruktur pelayanan sampah. Masyarakat seringkali membuang sampah sembarangan karena tidak adanya tempat pengumpulan sampah atau TPA di sekitar tempat tinggalnya, sehingga mereka bingung.

Infrastruktur dan optimalisasi pelayanan sampah kerap terkendala karena anggaran yang terbatas. Selain itu, peningkatan pelayanan sampah juga masih belum dijadikan prioritas oleh pemerintah. “Yang menyadari bahwa kebersihan itu butuh biaya dan sistem yang baik, masih menjadi minoritas. (CNN Indonesia).

Sejak Cina mengumumkan akan mengurangi impor limbah plastik dan kertas pada 2017 silam, sejumlah negara sibuk mencari lokasi baru untuk membuang limbah yang kian menumpuk. Limbah-limbah itu terutama berasal dari negara makmur, seperti Eropa, Kanada, Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan.  Selama ini Cina mengimpor 56% lombah plastik dan kertas. Namun demi “melindungi” kesehatan warga, pemerintah di Beijing mengambil langkah drastis dengan menutup keran impor. Akibatnya hanya dalam beberapa bulan setelah Cina mengumumkan keputusan tersebut, Negara-negara maju yang merupakan langganan ekspor limbah sampah ke Cina menjadi kewalahan. Tak Ayal, negara-negera Asia Tenggara menjadi sasaran buangan ekspor sampah plastik dan kertas dunia.

Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia menjadi tujuan baru ekspor sampah plastik dan kertas oleh negara-negara Maju. Ironi memang, apalagi Indonesia dan Vietnam merupakan penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua dan ketiga di dunia setelah Cina. Semua negara tersebut memiliki satu kesamaan, yakni aturan impor limbah yang longgar dan program pengolahan limbah setengah hati. Menurut laporan Bank Dunia 2018 silam, lebih dari 90% limbah di negara berkembang dan miskin “dibuang secara ilegal atau dibakar sehingga menimbulkan konsekuensi serius terhadap kesehatan, keamanan dan lingkungan.

 

Apa yang bisa Anda lakukan?

* Kurangi memproduksi sampah.  Setiap orang Indonesia menghasilkan 0.65 kg sampah.  Maka lakukan pengurangan dari diri sendiri

* Kelola sampah sendiri.  Jika di rumah tangga, untuk sampah organik bisa dibuatkan lubang sampah di halaman yang terbaas sekalipun

* Gunakan wadah-wadah yang awet dan bisa dipakai berulang kali.  Air minum dengan wadah tumbler.  Kantong barang bawaan dengan kantong kain.  Beli makanan yang menggunakan wadah atau kemasan yang bisa dipakai berkali-kali.

* Mendukung gerakan-gerakan pengelolaan sampah komunitas

* Mengajak keluarga, tetangga, kenalan, teman, saudara dan orang khalayak untuk sadar sampah, berhemat sampah dan menuju zero-waste society.

 Dwi R. Muhtaman dan Chaida Chairunnisa

7 recommended
0 notes
63 views
bookmark icon

Write a comment...

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *