Lingkungan

Sampah Plastik Mengalir Sampai Jauh

• Bookmarks: 877


 

Sebagai negara tropis, Indonesia kaya sumberdaya alam.  Laut kita membentang amat luas, mengitari hampir tiga perempat daratan.  Dihiasi oleh 17.504 pulau seperti butir-butir mutiara.  Di daratan kita mempunyai luas hutan tropis sebesar 39.549.447 hektare, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan tropis terbesar di dunia. Hutan tropis di Indonesia berada hampir di setiap pulau besar, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.  Meskipun dari tahun ke tahun hutan kita makin terancam.

Di dunia, selain hutan tropis, hutan yang dimiliki Indonesia berada di posisi sembilan sebagai hutan terluas di dunia dengan luas wilayah 884.950 km persegi atau mencapai 133.300.543,98 hektar.

Daratan Indonesia juga makin cantik karena dihiasi oleh kelok liku sungai-sungai. Terdapat 550 sungai mengalir seperti urat nadi tubuh pulau-pulau.  Sebagai urat nadi yang mengalirkan deras air dari hulu ke hilir, sungai telah memberi jejak peradaban yang kaya.  Kehidupan dan peradaban tumbuh, berkembang, mencapai kemajuan berawal dari sungai.  Kerajaan-kerajaan lahir dan membangun kekuatan dan kejayaannya dari tepi-tepi sungai.

Tetapi seperti apakah wajah sungai kita kini? 

Mari kita tengok ekspedisi kecil yang dilakukan Pecinta Alam Kabupaten Karawang, Bara Rimba. Ekspedisi Sungai Sedari.  Ekspedisi kecil ini dilakukan selama 3 hari ini menempuh jarak lebih dari 20 km. Melewati 4 kecamatan, yakni Kec. Rengasdengklok, Kec. Jayakerta, Kec. Tirtajaya, dan Kec. Cibuaya, Kabupaten Karawang.

Sepanjang jalur yang dilewati banyak bendungan dan jembatan bambu.  Arus yang cukup deras dengan kelokan yang tajam menjadi tantangan tersendiri bagi tim.  Kondisi medan yang berbeda-beda membutuhkan moda ekspedisi yang juga berbeda: berjalan kaki, pengarungan dengan perahu, dan pengarungan dengan perahu nalayan. Sungai Sedari memiliki hulu dangkal dan sempit, bagian tengah yang lebar, dan hilir berombak dan berawa.  Sungai Sedari dulunya bagian Sungai Citarum. Namun terpisah sejak pembangunan kanal irigasi Tarum Utara oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

“Dulu ketika badan sungai masih lebar, Sungai Sadari menjadi sarana transportasi perahu-perahu yang mengangkut manusia dan kebutuhan pokok dari kampung ke kampung.  Sampai saat ini kita masih bisa menemui perahu-perahu yang mengangkut barang atau manusia. Namun tidak seramai dulu. Belum lagi permasalahan limbah rumah tangga dan limbah pertanian yang terbuang ke Sungai Sadari,” ujar Revaldi, ketua pelaksana ekspedisi.

Sumber air Sungai Sadari berasal dari Kp. (kampung) Pacing, Desa Dewisari. Sekarang sungai ini menjadi tempat pembuangan air irigasi di persawahan utara Kab. Karawang. Fungsi baru Sungai Sedari menjadikan sungai ini terlupakan dan terdegradasikan.  Sampah-sampah salah satu yang merusak sungai.  Kalau tidak diatasi Sungai Sedari akan mati—seperti sungai-sungai lainnya di nusantara.

Di daerah perkotaan seperti di Karawang dan apalagi di metropolitan wajah sungai makin rusuh.  Perubahan wajahnya bisa ditelusuri dari hulu hingga hilir.  Contoh Sungai Ciliwung.  Hulu Sungai Ciliwung berada di Telaga Saat sebagai NOL Kilometer Ciliwung.  Telaga Saat berada di Kampung Cibulao, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.  Inilah induk Sungai Ciliwung.  Sungai ini mengalir dari NOL Kilometer ini lalu membelok ke utara melalui Bogor, Depok, Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta. Dari Kota Jakarta, alirannya bercabang dua di daerah Manggarai: yang satu melalui tengah kota, antara lain sepanjang daerah Gunung Sahari, dan yang lain melalui pinggir kota, antara lain melalui Tanah Abang.  Bagaimanakah wajah sungai ini?  Di hulu kita bisa membayangkan segelas air minum yang akan kita tenggak: bening, jernih, segar dan sehat.  Cobalah ambil segelas air dari ujung Sungai Ciliwung yang berada di muara Teluk Jakarta.  Anda tahu warnanya.  Anda bisa cium baunya.  Anda bisa mati karenanya jika menenggak segelas air itu.

Data per Desember 2018 (WWF Indonesia) menunjukkan dari 82 sungai yang dipantau, 50 sungai kondisinya stabil, 18 sungai membaik, dan 14 sungai dalam keadaan buruk. Dari total 550 sungai yang ada di Indonesia, 82 % dalam kondisi rusak bahkan masuk dalam 10 sungai terkotor di dunia—sebuah ‘prestasi’ yang amat memalukan bagi negara yang mempunyai sungai sebagai kekayaan. Indonesia memiliki lebih dari 74.000 desa yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Dan 25,1% desa di Indonesia air tanahnya sudah tercemar. Bahkan tercatat misalnya di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ada 13 titik sungai yang belum bisa diolah menjadi air bersih akibat limbah.

Data Bappenas tahun 2017 menunjukkan indeks kualitas air terendah berada di wilayah provinsi DKI Jakarta sebesar 35% sementara kualitas air tertinggi ada di provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 70%.  Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas, Nur Hygiawati Rahayu mengatakan bahwa ketersedian dan permintaan air di Indonesia belum seimbang. Belum ada ketersediaan air secara berkelanjutan namun dari sisi permintaan terus bertambah sejalan dengan pertumbuhan penduduk. “Diperkirakan pada tahun 2045, pulau Jawa akan defisit air permukaan dan ini sangat mengkhawatirkan dan menjadi perhatian pemerintah.”  Sungai adalah mata air kehidupan.  Ia mengalirkan kekayaan air untuk kehidupan manusia.  Kegagalan kita merawat sungai bisa berujung kegagaln kita merawat kehidupan itu sendiri.

Sungai-sungai mati karena pertuntukan yang berubah.  Ini dengan mudah bisa kita temukan.  Sepanjang sempadan sungai seringkali sudah menjadi aneka bangunan. Menjadi peruntukan selain untuk aliran dan area perawatan sungai.  Bahkan di atas sungai-sungai kecil pun bisa menjelma menjadi bangunan.  Maka sungai pun mati.  Kebiasaan membuang sampah ke sungai juga akan membunuh sungai.  Bahkan sampah yang mengalir dan menumpuk di saungai-sungai tidak akan berhenti di situ.  Ia akan mengalir dan menjadi bagian sampah yang bergentayangan di pantai dan lautan.  Sampah, termasuk sampah plastik yang mudah mengambang, bisa mengalir begitu jauh dari hulu di ujung gunung hingga tiba di tengah lautan dan membunuh laut dan segala isinya.  National Geography membuat liputannya soal limbah plastik yang mengalir jauh hingga di laut dan membunuh pulau-pulau kecil.

Pulau Henderson adalah pulau kecil yang tak berpenghuni di tengah Samudra Pasifik, 3.000 mil dari pusat populasi utama. Meskipun ukurannya setengah dari Kota Manhattan, Amerika Serikat (luas Manhattan 60 km2, lebih besar sedikit daripada Jogjakarta yang luasnya 46 km2; Pulau Henderson lebih kecil daripada Jogjakarta) lebih dari 19 ton sampah mengotori pantainya yang putih dan berpasir.

Para peneliti memperkirakan bahwa ia memiliki konsentrasi puing-puing dan aneka limbah tertinggi dari semua tempat di dunia, dengan total lebih dari 37 juta keping di keseluruhan pulau kecil itu. Untuk setiap meter persegi yang Anda jalani, rata-rata Anda akan menemukan 672 sampah. Untuk setiap potongan puing yang terlihat di pantai dalam video yang dibuat, dua potongan dikubur di pasir. Bagaimana ceritanya begitu banyak sampah yang terdampar di Pulau Henderson yang terpencil itu? (https://www.nationalgeographic.com/magazine/2018/06/the-journey-of-plastic-around-the-globe/).

National Geography menelusuri asal muasal benda-benda sampah itu.  Mari kita mulai dengan bagaimana plastik yang dibuang ditangani di darat. Pada 2015, para peneliti menghitung berapa banyak limbah yang mengalir dari negara-negara pantai ke lautan. Sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik didefinisikan sebagai limbah yang tidak dikelola dengan layak, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Sampah yang tidak dikelola dengan baik cenderung lebih tinggi di negara-negara berkembang yang tidak memiliki sistem pengumpulan sampah kota yang mengirimkan sampah ke pusat daur ulang dan/atau tempat pembuangan sampah.

Pembuangan langsung berkontribusi besar terhadap sampah plastik di sungai, tetapi sampah yang dibuang di darat juga bisa menuju ke air. Air hujan mengantar sampah yang tidak dikelola dengan baik dari tanah ke saluran air lokal, yang masuk ke anak sungai dan sungai yang lebih besar, yang pada gilirannya membanjiri lautan. Dengan cara ini, plastik dari jauh ke pedalaman dapat melakukan perjalanan puluhan dan ratusan kilometer ke garis pantai.

Sungai-sungai yang tercemar terus menerus menggelontorkan plastik dunia ke lautan — membawa sebagian besar dari perkiraan 9 juta ton plastik yang berakhir di lautan setiap tahun. Itu setara dengan lima kantong belanjaan yang diisi dengan sampah plastik untuk setiap meter garis pantai.

20 sungai yang paling tercemar menyumbang dua pertiga dari jumlah plastik yang masuk ke lautan dari sungai. Lima belas berada di Asia, di daerah dengan curah hujan deras dan populasi pantai yang padat. Sungai-sungai di Asia bertanggung jawab atas 86 persen input sampah dari sungai.

122 sungai teratas mencakup lebih dari 90 persen input plastik dari sungai ke lautan dan mendapatkan umpan dari darat yang menampung 36 persen populasi global. Limbah plastik yang relatif sedikit masuk ke lautan dari Amerika Utara dan Eropa karena sistem pengelolaan limbahnya yang lebih kuat.

Grafis itu menunjukkan lingkaran-lingkaran pink dengan beragam ukuran.  Itu menunjukkan besarnya limbah plastik yang diproduksi oleh sungai-sungai tersebut.  Peta menujukkan pergerakan limbah tersebut dari sungai menuju bagian-bagian di lautan.  Sebagian limah yang bergerak itu berakhir di Pulau Henderson.

Demikianlah perjalanan limbah plastik yang kita produksi.  Setiap orang yang membuang sampah bisa jadi adalah orang yang juga membuat sungai mati dan lautan tamat.  Jangan menjadi orang yang seperti itu.  Merawat bumi adalah bagian penting merawat kehidupan kita.  Merawat bumi adalah tanggungjawab kemanusiaan untuk mengembalikan bumi yang kita pinjam dari generasi yang akan datang.

Dwi R. Muhtaman

8 recommended
0 notes
77 views
bookmark icon

Write a comment...

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *