Berita
Nasional

ISJN Tolak Pencabutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas Prioritas 2020

• Bookmarks: 687


 

Metro, petitum.id- Indonesia Social Justice Network (ISJN), organisasi para alumni penerima beasiswa International Fellowship Programs (IFP) dari Ford Foundation menolak  pencabutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas Prioritas 2020.

Sebagaimana diketahui melalui rapat koordinasi Badan Legislasi dengan para pimpinan Komisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pada tanggal 30 Juni 2020, DPR mencabut Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Melalui siaran persnya Renvi Liasari dari ISJN menilai keputusan DPR ini sangat mengecewakan banyak pihak terutama para korban kekerasan seksual dan para penyintas kekerasan seksual. Hal yang paling menyedihkan adalah lunturnya upaya penegakan Hak Asasi Manusia, agar terbebas dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

“Sebagai representasi politik rakyat, seharusnya DPR memahami bahwa upaya penghapusan kekerasan seksual melalui RUU ini sungguh-sungguh dibutuhkan, dan telah ditunggu sejak lama sejak 2012 seperti yang sudah di-inisiasi oleh gerakan perempuan dan Komnas Perempuan sejak tahun 2012,”ungkap Renvi.

Menurutnya selama 8 tahun, RUU kekerasan seksual hanya menjadi tumpukan berkas di meja para anggota Dewan yang terhormat, meski sesungguhnya pernah menjadi bagian dari Prolegnas Prioritas 2016. Selama 8 tahun ini pula korban berjatuhan tanpa ada perlindungan yang tegas dan mendapatkan keadilan. Dan sungguh menyedihkan, penantian itu malah akan berujung pupusnya harapan karena DPR malah mencabut RUU tersebut dari Prolegnas Prioritas 2020.

“Sikap anggota Dewan yang mengabaikan RUU secara langsung potensi pembiaran pelaku kekerasan seksual dari satu generasi ke generasi selanjutnya, tanpa ada kemampuan untuk memotong rantai kekerasan seksual,” tambah Renvi

Seharusnya pengesahan RUU PKS akan memberikan harapan baru bagi para korban dan penyintas untuk berani bersuara dan melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual yang mereka alami. Seharusnya penegakan hukum bagi korban kekerasan seksual yang mungkin didapat melalui pengesahan UU PKS. Ironisnya DPR tidak mempunyai wawasan dan kemampuan untuk melihat dengan mata batin kerentanan yang dialami oleh kaum perempuan maupun anak-anak.

ISJN menilai keberadaan UU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah mutlak untuk memperkuat upaya penghapusan kekerasan seksual di Indonesia, sekaligus untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang mampu menjamin warganya agar terbebas dari ancaman kekerasan seksual, sebagai wujud nyata perlindungan negara.

“Kami juga meminta dengan tegas agar DPR RI memastikan agar pembahasan dan pengesahan UU Penghapusan Kekerasan Seksual tetap dijalankan karena itu merupakan kewajiban negara untuk memastikan bahwa negara bertanggungjawab dalam menjamin warga negara untuk terbebas dari segala bentuk kekerasan seksual,”tegas Renvi.

ISJN juga mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar bekerjasama dengan semua instansi pemerintah dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan melakukan lobi dan upaya lainnya terhadap DPR untuk mengembalikan RUU PKS dari Prolegnas 2020, segera membahas dan mengesahkannya menjadi UU dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

“Kami juga mengajak semua warga masyarakat untuk mendorong dan mendesak DPR segera mengembalikan RUU PKS pada Prolegnas Prioritas 2020 dan bersama-sama mengkampanyekan gerakan anti kekerasan seksual dan membangun kepedulian dan solidaritas, saling mendukung dan menguatkan berbagai upaya memenuhi hak-hak korban kekerasan seksual,” tutup Renvi

 Afriyan

 

6 recommended
0 notes
87 views
bookmark icon

Write a comment...

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *