Lingkungan

Greenpeace : NPAP Harus Fokus Pada Reduksi Konsumsi Plastik

• Bookmarks: 16


 

Jakarta, petitum.id- National Plastic Action Partnership (NPAP) Indonesia memuat sejumlah langkah progresif untuk menanggulangi permasalahan sampah plastik di Indonesia, khususnya untuk mencapai target 2025 dan 2040 lewat sebuah Skenario Perubahan Sistem.

Muharram Atha Rasyadi, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia memandang ada beberapa hal yang perlu disikapi. Menurutnya reduksi memang menjadi prioritas utama dalam rencana aksi yang disusun ini. Namun, langkah ini ternyata disebutkan akan diikuti dengan adanya substitusi material pengganti plastik yang lain, seperti kertas ataupun compostable materials lain.

“Reduksi ini perlu benar-benar diimplementasikan, mengingat regulasi yang mengaturnya belum memaksa produsen kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods atau FMCG), untuk mengubah kemasannya dengan menghindari plastik sekali pakai,” ujar Muharram Atha Rasyadi, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia.

Ia juag memandang perlu adanya upaya mendesain ulang (redesign) produk plastik seharusnya lebih berfokus untuk penggunaan kembali (reuse) ketimbang untuk daur ulang (recycle). Apalagi mengingat belum adanya sistem pemilahan ideal dalam sistem pengelolaan sampah nasional, serta tingkat daur ulang dalam negeri yang masih terhitung rendah, yaitu sekitar 10%.

Menurutnya masalah pengelolaan sampah di hilir ini juga diperburuk dengan adanya usulan mengadopsi konsep waste to energy serta chemical recycling yang dapat menimbulkan masalah lain terhadap manusia dan lingkungan .

Atha juga menilai hal yang tidak kalah penting adalah masalah sampah plastik impor tidak menjadi perhatian. Pasalnya, sejak 2018 Tiongkok menutup pintunya untuk sampah plastik impor, dan Indonesia telah menjadi pengimpor sampah plastik yang akhirnya menambah sekitar 220.000 ton ke volume sampah nasional.

“Pemerintah harus menutup keran impor sampah plastik seperti negara Asia Tenggara lainnya. Pasalnya, sampah plastik impor ini didominasi sampah rumah tangga yang tidak bisa didaur ulang,” tegas Atha. “

Atha juga menegaskan bila Indonesia masih menerima sampah dari negara lain, maka usaha kita untuk mengatasi sampah plastik di dalam negeri menjadi sia-sia.

”Terakhir, keterwakilan masyarakat sipil yang minim dan dominasi oleh kalangan industri yang bisa menimbulkan kekhawatiran adanya kebijakan yang hanya menguntungkan industry,” pungkasnya.

Afriyan

0 notes
6 views
bookmark icon

Write a comment...

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *