Beberapa hari yang lalu dan beberapa hari ke depan, Pengadilan Negeri (mungkin juga Pengadilan Agama dan Tata Usaha Negara) di berbagai wilayah Indonesia telah dan akan dilakukan pelantikan Calon Hakim menjadi Hakim untuk pertama kalinya. Begitu informasi yang diterima dan setelah saya kroscek ke beberapa sumber berita terpercaya, facebook dan sosial media lainnya ternyata telah, sedang dan akan berlangsung pelantikan hakim-hakim baru tersebut.
Hakim-hakim baru yang telah dinantikan sekian lama kehadirannya, setelah tidak kurang tujuh tahun tidak ada penerimaan calon hakim, dan dengan demikian selama itu pula tidak ada pelantikan hakim baru. Hakim pengadilan tingkat pertama, klo hakim tinggi apalagi hakim agung sih sepertinya ada.
Dinanti karena kehadirannya akan dapat mengurangi beban kerja seniornya, yang katanya sudah “tidak manusiawi” bahkan karena itu pula pada beberapa pengadilan diberikan ijin untuk bersidang secara tunggal. Dinanti pula oleh seniornya, karena kehadirannya menjadi penyebab agar dapat mutasi tugas karena telah mencukupi formasinya.
Pun demikian mereka para pimpinan pengadilan, yang karena memang tidak ada, terpaksa masih harus “banyak bersidang pegang perkara” sehingga kehabisan waktu dan tenaga untuk beban tugas administrasi dan tugas-tugas struktural lainnya, hingga katanya hampir lemas tak berdaya dan pengen rasanya “menyerah” saja.
Kehadiran yang ternyata banyak dinanti hingga laksana “setitik air ditengah dahaga”. Sebuah generasi hakim, yang saya kira berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Generasi pada sebuah jaman, ketika begitu ketatnya proses seleksi yang harus dilaluinya. Semacam filter sehingga hanya mereka yang memenuhi standar dan kualitas yang kemudian tersaring untuk selanjutnya dibina dan ditempa.
Binaan dan tempaan yang ada, ternyata juga boleh dikatakan berbeda dari yang sebelumnya. Seabrek agenda dan seketat mekanisme pengajaran dilalui, dari satuan kerja awal, tempat magang hingga tempat diklat dibolakbalikinya demi tercapainya standar ideal yang dicitakan.
Intensitas interaksi dan persentuhan dengan dunia peradilan, tidak saja soal-soal yang terkait dengan tusi tetapi tak ketinggalan juga administrasi berikut segala tetek bengek teknologi informasi, dengan binaan dari senior hakim terpilih, menepis semua keraguan akan kemampuannya ketika menjadi hakim nanti.
Disbanding seniornya, relatif singkat sesungguhnya waktu yang diperlukan untuk menjadi Hakim pada generasi ini. Tapi saya yakin, tidak sedikitpun menjadi penghalang perjalanannya.
Generasi hakim yang istimewa menurut saya, karena bisa jadi ketika virus Corona ini tidak ada, pun seremoni kelulusan atau bahkan bisa jadi pelantikan mereka juga akan berbeda dengan generasi hakim sebelumnya.
Pun adanya virus Corona juga tetap akan membuat generasi hakim ini tetap istimewa, setidaknya karena selain jumlahnya terbanyak, penyebarannya jauh lebih merata dan pelantikannya juga relatif bersamaan, bersamaan dengan maraknya Virus Corona.
Ketika penyebaran virus corona begitu massif, meski tidak mematikan, akan tetapi keberadaannya telah merubah seluruh sendi-sendi kehidupan dan membuat semua berpikir ulang atas segalanya.
Karena itu pula, tak berlebih pun tak kurang, dengan segala maaf dan hormat, ketika saya sedikit menambahkan sebutan Hakim di zaman milenial ini dengan sebutan Hakim Corona. Seraya berdoa kehadiran generasi hakim ini akan membawa perubahan yang lebih nyata dan terasa pada dunia peradilan layaknya virus Corona.
Selamat kepada Hakim Corona di Jaman Millenial eh Hakim Milenial di Zaman Corona ini. Maafkan saya yang lancang ini.
Guntoro Eka Sekti