Dunia peradilan di Indonesia saat ini terus bertambah maju. Berkat teknologi informasi proses sidang makin efektif, dan transparan. Terutama setelah ada aplikasi e-court di pengadilan.
Walau masih “terbatas” untuk perkara perdata, e-court merupakan lompatan yang luar biasa yang dilakukan Mahkamah Agung.Karena berkat e-court dalam perkara perdata mulai pendaftaran perkara, membayar biaya perkara semua sudah dilakukan secara online. Tidak ada tatap muka lagi.
Lalu proses sidang, pembacaan surat gugatan, jawaban gugatan sampai panggilan saksi juga dikirim via email. Sangat praktis. Penggugat dan Tergugat tidak perlu datang ke Pengadilan. Sangat kekinian.
Lalu untuk e-court perkara pidana kapan ada? Saya saat mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat II di Surabaya, 2019 lalu sempat membuat proyek perubahan tentang itu. Ya, tentang “e-court” perkara pidana. Cuma lebih spesifik lagi untuk perkara pidana korupsi.
Proyek perubahan saya itu terpilih sebagai Proper terbaik 1. Judulnya, “Strategi Peningkatan Efisiensi Penyelesaian Perkara Korupsi melalui e-tipikor”. Saat itu e-tipikor disebut-sebut “embrio” e-court perkara pidana. Cita-cita saya saat itu, berkas perkara semua dibuat dalam bentuk Pdf. Disamping ada versi hard copy-nya.
Lalu pelimpahan juga via aplikasi. Sehingga saat pelimpahan jaksa tidak perlu hadir ke Pengadilan. Termasuk pemberitahuan penetapan sidang cukup via email (aplikasi).
Lalu proses sidang, mulai pembacaan dakwaan sampai pemeriksaan saksi dan (kalau perlu) sampai putusan bisa dilakukan via Video Conference (Vicon). Dari ruang sidang pengadilan negeri setempat dengan pengadilan Tipikor yang ada di ibukota provinsi.
Sangat efektif. Hemat bin transparan. Karena semua proses sidang otomatis terekam. Tidak ada lagi puluhan bahkan ada perkara yang ratusan saksinya harus berbondong-bondong ke Ibukota provinsi.Untuk keperluan proper itu saya sudah pasang proyektor di Pengadilan Tipikor Surabaya. Berikut jaringan internetnya. Hanya saja ketika saya mau “menerapkan” sidang Vicon, pada Agustus 2019 saya keburu pindah ke kejaksaan Agung.
Sempat “impian” saya itu akan diwujudkan Kejari Bondowoso. Pada bulan Januari 2020 lalu Kajari Bondowoso dan Ketua PN/Tipikor Surabaya Nursyam sepakat “menggelar” Vicon pemeriksaan saksi-saksi. Namun ternyata urung dilaksanakan.
Ada Covid, Ada Sidang Vicon
E-tipikor, sang “embrio” e-court pidana itu pun perlahan meredup. Belum ada Jaksa dan Hakim yang “kolaborasi” mempraktekkan. Perlu satu visi memang. Mulai Jaksa, Hakim dan Terdakwa/penasehat hukum.
Sampailah diawal tahun 2020 muncul wabah virus Corona. Mula-mula menyerang Wuhan, Tiongkok. Lalu “menyerang” ke Indonesia. Dikenal dengan sebutan Covid-19, dinyatakan sebuah pandemi oleh WHO.
Presiden Jokowi pun mengeluarkan kebijakan menghambat penyebaran Covid-19. Mulai dari Work From Home (WFH) sampai Social Distancing (menjaga jarak). Kebijakan WFH dan social Distancing itu ternyata berimbas pada agenda sidang perkara pidana di Indonesia. Banyak Jaksa dan Hakim menunda sidang.
Hanya saja timbul masalah. Sampai berapa lama sidang dapat ditunda? Bagaimana jika masa penahanan terhadap terdakwa hampir habis. Apakah mereka dibiarkan Bebas Demi Hukum (BDH)?
Untuk mengatasi permasalahan itu, Jaksa Agung Burhanudin pun menantang para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) untuk melaksanakan sidang dengan menggunakan Teknologi Informasi (TI).
“Saya tantang para Kajati se-Indonesia. Agar mulai hari ini bisa berkoordinasi dengan jajaran Pengadilan dan Lapas di daerah. Bagaimana caranya dapat melaksanakan sidang dengan menggunakan Vicon”kata Jaksa Agung saat menggelar Video Conference (Vicon) dengan para Kajati se- Indonesia dari rumah dinas di Jalan Denpasar, Jakarta Selasa (24/3).
Dengan menggelar sidang melalui Vicon, tambah Jaksa Agung semua pekerjaan penegak hukum dapat tuntas. Tidak terpengaruh ancaman pademi Covid-19.Saat Vicon itu saya dan Kapuspenkum Hari Setiyono mendampingi Jaksa Agung. Ada beberapa Kejati melapor telah koordinasi dengan jajaran Pengadilan dan Lapas untuk menggelar sidang Vicon. Diantaranya Kejati Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Kami sudah koordinasi dengan Pengadilan dan Lapas. Bahkan kami sudah mendapat penetapan sidang melalui Vicon dari Pengadilan Negeri Yogyakarta untuk sidang hari Senin (30/3) mendatang,”lapor Kajati DIY Masyhudi.
Informasi lain, dari Kejati Kepri dilaporkan telah menggelar sidang via Vicon. Sidang kasus Narkotika dengan terdakwa Harifudin digelar di Pengadilan Negeri Karimun pada Rabu (18/3) lalu.Saat sidang terdakwa berada di Aula Rumah Tahanan (Rutan) kelas IIB Tanjungbalai Karimun. Sementara Majelis Hakim, Penasehat Hukum Terdakwa berada di ruang sidang. Sementara Jaksa dari Kantor Kejari. Dari tiga tempat itu dilakukan Vicon.
Lalu Kejari Jakarta Utara pada Selasa (24/3) juga menggelar sidang Vicon. Terdakwa tidak perlu dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Cukup dari Lapas Cipinang dilakukan sidang Vicon.Luar biasa. Senang rasanya saya mendengar banyak sidang perkara pidana menggunakan Vicon. Meski sebenarnya bukan perkara pertama Vicon dilakukan.
Dulu, pak Habibie atau dalam kasus Abu bakar Baasyir pernah dilakukan Vicon. Namun sebatas pemeriksaan saksi. Namun kini sudah lebih maju. Seperti yang dilakukan Kejari dan Pengadilan Negeri Karimun ternyata sudah “full” acara sidang.
Mulai pembacaan Surat Dakwaan, pemeriksaan saksi-saksi sampai putusan dilakukan via Vicon.Pendek kata, embrio e-court pidana sudah mulai dipraktekan. Sudah dilakukan beberapa Kejari dengan kolaborasi dengan jajaran Pengadilan dan Rutan atau Lapas.
Untuk mewujudkan E-court pidana sepertinya tinggal satu langkah. Tinggal ditambah “sentuhan” sebuah aplikasi pasti makin sempurna. Satu lagi payung hukum peraturan segera dibuat.
Ayo pak ketua Mahkamah Agung dan Pak dirjen Pemasyarakatan. Pak Jaksa Agung sudah mendorong para Jaksa kolaborasi dengan jajaran pengadilan dan Lapas menggelar sidang via Vicon. Yo…ayo…yo ayo yo yo….lakukan Vicon.
Didik Farhan